September 20, 2017

Jadi Bule di Asia Part I : Awal Kedatangan


20 September 2016, Tepat setahun yang lalu saya menginjakkan kaki saya di Tiongkok sendirian, walau bukan jalan-jalan liburan seperti biasanya, hal pertama yang saya rasakan adalah... BERBEDA!


I left every memories, love, and comfort zones away


Keberangkatan

Tahun lalu, karena berpergian sendirian dan tidak mengenal Tiongkok secara umum, terlebih lagi kapasitas saya dalam berbahasa mandarin yang masih sangat sangat minim (cuma bisa ngomong nihao doang) ini, saya memutuskan untuk langsung memilih rute jalur udara langsung ke kota tujuan saya, Changzhou.
Saya memilih rute maskapai yang tergolong murah untuk penerbangan langsung ke Changzhou, yaitu China Southern Airlines. Rute penerbangan saya dimulai dari Jakarta ke Guangzhou lalu langsung ke Benniu Airport-nya Changzhou. Tapi, untuk rute penerbangan Guangzhou - Changzhou ternyata baru berangkat pada esok hari, alias transit inap!

Akhirnya, bermodal asal pergi dan sampe alhamdulillah, saya pergi dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 1 siang dan tiba di Guangzhou sekitar pukul 7 waktu Tiongkok. Sebelumnya saya sudah apply untuk beberapa hotel yang akan saya pakai menginap malam itu, karena memang dari pihak CSA telah memberikan free accommodation untuk penumpang yang transit lebih dari 12 jam.

Makanan!!

Saat saya keluar kabin pesawat, dari garbarata saya udah disambut sama petugas bandara sambil bawa papan dengan nama saya dan beberapa orang yang transit lainnya, I feel surprised!
Si petugas bandara yang tampilannya masih kayak mas-mas sipit umur 25-an ini ngebawa saya dan beberapa orang lainnya buat ke imigrasi dan custom setempat, karena saya lama banget disini buat ngantri dan ngurusin koper (untungnya dibantuin sama si mas sipit ini), akhirnya saya bisa keluar dan nyetak boarding pass lagi di konter check in sekitar jam 10-an. Waktu itu koper saya yang memang di bagasikan langsung dibawa dan saya dikasih boarding pas untuk penerbangan besok pagi!
Sebelumnya, saya masih harus ngikutin mas ini ke customer service-nya CSA buat ngurusin akomodasi hotel dan shuttle bus airport buat besok.

Kondisi Customer Service CSA untuk melayani penumpang transit inap.

Saat tiba di customer service, para staff yang bahasa inggrisnya ini lumayan pas-pasan, mengarahkan saya untuk ngambil hotel dengan jarak 3-5 km dari bandara, mereka juga menawarkan shuttle bus yang akan berangkat pukul 6 pagi dari hotel, asyiknya mereka juga menawarkan saya breakfast halal, sayangnya karena jam keberangkatan pagi dan harus buru-buru, saya sepertinya engga sempet untuk breakfast dan langsung caw ke bandara.

Perjalanan saya naik shuttle bus dari Bandara Baiyun, Guangzhou menuju hotel.


Lalu waktunya tiba di hotel, saya diharuskan menunggu karena kondisi penumpang yang menginap dihotel yang sama juga lumayan banyak. Lalu, pukul 12-an saya udah masuk kamar hotel yang tenyata jenis twin bed. Besar, nyaman, dan dingin! hehehehe.
Malam itu saya melahap habis rawon yang dibawa dari Indo, sekalian ngurangin jatah barang bawaan. Dan.. mulai malam itu juga saya selalu on VPN gratis di hape.


Sayangnya, kasur yang diisi cuma satu :( 


Kamar twin yang bagi saya nyaman banget. 


Kamar mandi dengan kaca yang menghadap langsung ke ruang tidur.

Paginya, pukul 5.30 saya sudah ada di lobby untuk berangkat dengan shuttle bus. dan tepat pukul 6 lewat 3 kita berangkat. Penerbangan dari Guangzhou ke Changzhou memakan waktu sekitar 2 jam, dan.. here's one of my tragedy happened! Karena saya muslim vegetarian dan engga sempet bertanya sama pramugarinya, saya kemakan salad dengan topping pork. Awalnya, saya kesel tapi karena ketidaksengajaan dan udah kemakan, jadinya saya tidur sambil menahan mual kala itu, air minum pun semuanya abis diminum.

Sekitar pukul 11 pagi saya tiba di Changzhou dan disambut dengan papan nama dari Changzhou Institute of Technology dan nama lengkap saya. So.. here's the next step begin.


Welcome to Changzhou Institute of Technology

Alias Selamat Datang di Institut Teknologi Changzhou, hal pertama yang menyambut saya disini adalah beberapa mahasiswa pirang di lobby yang sedang ngobrol dan kamar asrama mahasiswa internasional yang hanya diisi oleh 2 orang dan fasilitas yang bisa dikatakan standar "internasional".

Saat datang, saya belum punya roommate dan masih harus nunggu temen baru. Didalam tas hijau terdapat bedding; bed cover, duvet, selimut, bantal dan sarung bantal masing masing satu pasang.  


Meja belajar bagi tiap orang! Saya baru disini menggunakan meja belajar dengan baik :') Selain itu, ada lemari baju, rak penyimpanan kecil yang diletakkan disamping masing masing ranjang, dan lemari penyimpanan barang dapur. 


Toilet yang bikin saya ngga mau nahan pipis lagi.

Fasilitas asrama bagi mahasiswa asing disini yaitu tempat tidur gede (banget buat saya),  lalu kamar mandi didalam kamar dengan air panas, pendingin ruangan (yang juga berfungsi untuk penghangat ruangan dikala musim dingin), WIFI yang awalnya 24 jam dan karena mengikuti jam tidur mahasiswa disini maka distop setiap weekday sampe jam 11.30, lalu balkon yang saya suka pake untuk make-up dan stalking cowo ganteng, dan yang terakhir.. ada meja belajar + lemari gede.

Well, saya jadi bule yang dapet fasilitas hotel kaya gini selama 5 tahun. Untuk fasilitas umumnya, asrama mahasiswa asing disediakan dapur umum dengan microwave, kulkas dan wastafel disetiap lantainya, lalu ruang laundry umum dan ruang belajar umum, selain itu kita juga dapet lift! FYI, untuk mahasiswa anak lokal, mereka hanya disediakan tangga, 4-8 orang perkamar, tanpa dapur, dan kamar mandi publik alias pake bareng diluar kamar.

Dengan kenyamanan kaya gini, saya yang dateng engga bayar atau bahasa kerennya beasiswa ini penasaran dengan harga asrama mahasiswa bagi tiap orangnya. Untuk perorang, asrama disini dibayar dengan biaya sekitar 4000 RMB atau 8 jutaan pertahunnya.


Meeting bareng temen-temen baru dari Kazakhstan, Uzbekistan, dan Rusia. Yang pake baju oren jadi crush pertama saya disini :3


Pada hari-hari awal kaya gini, saya belajar buat kenalan bareng anak-anak dari negara mayoritas. Total mahasiswa asing di kampus pun belum terlalu banyak, sekitar 160 dan hanya sebagian kecil yang bisa berbahasa inggris, walau kaya gitu saya juga berusaha buat kenalan dengan belajar beberapa kosakata dasar mereka.



Hadiah kecil hasil pengaplikasian suka menyapa dan ngobrol sama temen baru.


Selain ngobrol dan kenalan, kita juga suka menghabiskan waktu buat jalan bareng dan ngeteh bareng! My favorite part from this; TEA TIME.
Teman-teman dari Kazakhstan, Uzbekistan dan teman baru dari Turki sering cerita bahwa mereka punya waktu Tea Time sehabis dinner atau sebelum dinner bareng keluarga mereka, jadinya saya yang punya roommate dari Kazakhstan ini-pun juga ketuleran suka nge teh bareng mereka.


Teh celup yang dibawa mahasiswa exchange dari Turki. 


Pada acara ngeteh kaya gini, kita biasa tuker-tukeran makanan manis, kue, snack, atau buah trus ngobrol deh.


Tentunya selain seneng-seneng kaya gini, para mahasiswa asing yang biasanya paling susah diatur ini banyak duka-dukanya juga, kasusnya seperti beberapa temen yang engga terbiasa dengan makanan Tiongkok yang kata mereka pedes dan beraroma kuat, atau ada beberapa temen yang memutuskan untuk berhenti kuliah karena ngga bisa mengikuti pelajaran bahasa mandarin yang katanya terlalu sulit.

Terlepas dari semua itu, menjadi bagian dari "orang asing" engga selalu tampak asing ataupun aneh. We feel like its another type of living.

Juli 08, 2017

MEH As An International Student



呵呵呵 (baca: he he he)
Setelah dihitung-hitung dengan total hidup sendiri di negara orang selama kurang lebih 10 bulan, saya dinyatakan lulus HSK 4! (level berbahasa mandarin)
Dengan skor yang sangat standar alias pas-pasan, saya lulus kelas bahasa tahunan yang ada dikampus dan siap untuk penjurusan September ini, artinya...
Kita balik jadi anak kuliahan lagi.

Disini, saya memilih jurusan Hotel Management dengan masa studi 4 tahun dan 1 tahun masa precourse bahasa mandarin, jadi total studi saya disini kira-kira 5 tahunan. Well, standar lahh.
Selain belajar sesuai jurusan yang dipilih, jadi mahasiswa asing itu juga banyak untungnya, haha.
Banyak yang bingung, bedanya jadi mahasiswa asing dan mahasiswa biasa itu gimana? Buat saya yang memang telah mengemban tugas tersebut (caileeee) hal ini bener bener beda dan menarik buat di coba.
Satu tahun menjadi mahasiswa biasa di Indonesia, trus pindah haluan jadi mahasiswa internasional disini, Tiongkok!
 

Lets see....

1. Travelling dan Cuci Mata

The Bund, Shanghai di malam hari

Selalu dan selalu, saat ke negeri orang sebagai turis yang apa-apa dibatasi, saat menjadi mahasiswa asing atau belajar di negeri orang, akan membuat kalian serasa jalan-jalan like a local.
Untuk beberapa tempat wisata, mereka kadang memberikan diskon tiket masuk untuk mahasiswa atau pelajar, termasuk mahasiswa asing dongg.
Hal ini juga saya manfaatkan untuk jalan-jalan dan membuka pengalaman baru di negeri orang.

Tongli Canal Town, terletak di Suzhou sekitar 80 kilometer dari Changzhou

Pas jalan-jalan, cobain local food dan beli oleh oleh juga biasanya jadi daya tarik. Untuk jalan-jalan atau travelling, orang-orang lokal disini juga sebenernya sangat suka jalan-jalan, apalagi muda-mudinya.
Buktinya, dimana-mana saya lihat lokasi wisata, pasti banyak mahasiswa yang jalan bareng pacar atau temen-temen mereka. Hal ini juga sebenernya karena transportasi yang memadai mereka buat pergi. Gimana enggak, kemana-mana bisa pake kereta cepat yang udah menghubungkan satu kota ke kota lainnya.

Salah satu bangunan kuno di Huishan, Wuxi


Saat dinegeri orang, saya membuktikan bahwa banyak-banyak travelling dan jalan-jalan, akan tau kalo sebenernya ciptaan tuhan itu banyak dan indah-indah (ahayyy) termasuk manusianya :p


2. Cultural Exchange With Another International Students

Saya bersama teman-teman dari Kazakhstan saat acara parade sekolah


Datang dari negara yang berbeda-beda trus berkumpul di satu titik di Tiongkok, kami para mahasiswa asing dituntut buat pinter pinter komunikasi, disinilah skill komunikasi dan adaptasi saya dipake.
Di kampus sendiri yang total mahasiswanya engga terlalu banyak, sekitar 160-an, mereka datang dari Kazakhstan, Uzbekistan, dan Rusia dimana... mereka sama-sama pake bahasa Rusia dan bisa ngerti satu sama lain. 

Tiap tahun, kampus juga mengadakan student exchange program dan summer course bagi mahasiswa dari Korea dan Jepang, jujur.. bahasa Inggris saya bener-bener engga kepake sama mereka.
Untuk student exchange program ini, kampus biasanya kedatangan mahasiswa dari Turki, Denmark dan US dengan durasi 3 minggu sampe 4 bulan. Yah.. Saya baru ngerasa bahasa Inggris saya kepake pas bareng mereka. Asiknya, kalo ngobrol sama mereka dalam bahasa Inggris, orang lokal bakal langsung ngeliatin dan it feels like a privilege for us, jajaja.

 Mahasiswa asing biasanya paling berisik, paling ribet, dan paling asik ahaha

Karena jumlah mahasiswa asing yang sedikit daripada mahasiswa lokal, otomatis hak mahasiswa asing biasanya didahulukan :p
Tiap tahun, sekolah juga mengadakan acara tahunan khusus buat mahasiswa asing disini, salah satunya Cultural Festival.
Sesuai namanya, acara ini khusus untuk menampikan kultur dan budaya dari masing masing negara. Tiap kampus di Tiongkok pun biasanya memang mengadakan acara ini untuk penunjang pertukaran budaya mereka.
Tahun ini, karena saya engga bisa nari, dan bawa baju batik pas-pasan akhirnya saya cuma nyanyi lagu daerah. 


 Bersama teman-teman dari Kazakhstan yang pake baju tradisional mereka, eitt.. kecuali.

Saat bareng sesama mahasiswa asing pun, hal yang paling saya suka adalah saat mereka ngomongin makanan tradisional. Karena mereka disini banyak yang engga terbiasa makan makanan lokal, so they prefer to cook by themselves. Kalo beruntung, saya bisa masak bareng mereka dan cicip-cicip makanan mereka yang unik-unik.

Teman-teman saya dari Kazakhstan juga sering cerita tentang negara mereka contohnya konsumsi daging kuda yang tinggi di negara mereka, ras mereka yang kaya campuran Uyghur-nya Tiongkok, musim panas yang bisa sampe 45 derajat atau musim dingin yang sampe -35 derajat, bener-bener ngomongin hal yang berbobot!

3. Cultural Exchange with The Local

 Kelas origami gunting bareng mahasiswa lokal

Pastinya kalo jadi mahasiswa asing, hal selanjutnya yang dipelajari adalah "be like a local"
Bagi saya belajar adat dan budaya orang Tionghoa bukan hal yang baru, tapi.. kalo di negaranya langsung? Its totally interesting!


Menggambar bunga Hongmei ala ala Tiongkok lama.


Para mahasiswa asing sering diajak mahasiswa lokal untuk belajar adat dan budaya mereka, misalnya makan menggunakan sumpit dan penempatan sumpit yang benar, menulis kaligrafi huruf mandarin, menggambar bunga hongmei ala ala Tiongkok, atau belajar origami guntingnya Tiongkok.



Mari menggambar! 

 Mengenal budaya baru dan mengenalkan budaya baru ke orang baru memang bikin bahagia! Sebagai mahasiswa asing yang engga pernah lihat dan pengen nyoba, ke-excited-an mahasiswa asing jadi daya tarik kampus buat ngadain hal-hal yang berbau cultural exchange dan internasional. Yah, itung itung buka pikiran mahasiswa lokal biar ga selalu kepentok sama orang lokal (maksudnya?)

Ini jenis tulisan Tiongkok kuno yang digunakan 2000 tahun yang lalu, and we've learnt it!


 Secara mandarin harusnya ditulis: "花好月圆" yang digunakan untuk ucapan bahagia di event khusus seperti pernikahan.


 Bareng pengajar profesional yang sengaja didatangkan sekolah khusus buat mahasiswa asing :p


Diskusi bareng mahasiswa lokal dan mahasiswa asing
 

Mereka juga suka menghabiskan weekend malem bareng kita di ruang belajar, asal niat ngomong doang.


Kemampuan bahasa Inggris mereka yang pas-pasan jadi ngebuat mahasiswa asing dipaksa buat belajar ngomong bahasa lokal, such a great effort!


Weekend and killing the time together!


4. The Excitement of Meeting "Green-Passport Holder" aka. Indonesian

Makan dan ngumpul bareng? Why not.

2500 mil dari Indonesia itu bukan jarak yang kalo naek kereta cepat bisa di tempuh dalam waktu seharian. Karena sama-sama jauh dan sama-sama pemegang kewarganegaraan yang sama, biasa orang-orang Indonesia akan jadi teman yang bikin kompak dan menyenangkan. why?

Satu bahasa, satu bangsa, satu pikiran (kalo ngomongin makanan) jadi hal yang ngebuat unik saya dan teman-teman dari Indonesia disini. Untuk curhat, mereka akan jadi pendengar yang baik, karena emang bahasa yang digunakan lebih stabil dan masuk di hati, istilah kerennya mengerti satu sama lain (anjaay).

 Kaos tumblr yang ditemukan di salah satu toko baju di Nanjing, ditulis dalam bahasa Indonesia, mungkin bagi orang lokal menarik kaya bahasa Inggris ya!


Pada saat beberapa perayaan hari-hari besar di Indonesia, Idul Fitri, Natal, atau 17 Agustusan, pihak kedubes atau organisasi pelajar disini akan mengadakan event-event yang bikin suasana kangen kampung halaman jadi ga kerasa.

 Ketemu orang-orang satu bahasa, satu nusa, satu bangsa di Wisma Indonesia, Shanghai.


Idul Fitri saya tahun ini yang dilalu pada masa panas-panasnya summer, dibikin meriah dengan bertemu sesama mahasiswa dari Indonesia yang juga merasakan hal yang sama! Ketemu bareng orang-orang Indonesia yang cuma sekedar jalan, atau kerja dimana juga membuka wawasan baru, siapa tahu ada yang nyangkut. AMBLAS!

5. Its All About Out From Your Comfort Zone


Slightly happy but inside I'm terrible :p

Jauh dari rumah, sendirian, tempat yang baru, Does these words sound too terrific?
Saat memutuskan untuk kuliah diluar negeri, hal pertama yang saya rasakan disini adalah; Kesepian.
Pada awal-awal bulan penyesuaian dengan teman-teman baru yang bukan satu negara, bukan satu bahasa, bukan satu ras, kadang saya merasa saya benar-benar sendiri disini. Apalagi kalo masalah keyakinan, ah..
Tapi, its all about your choice. Semua yang dirasakan memang menguji mental dan tekad.
Di kampus sendiri, saat ini jumlah mahasiswa dari Indonesia cuma 3 orang, dan yang satu angkatan dengan saya cuma satu orang. Is it good or bad? Saya rasa everything has two sides hehe.

Di Indonesia, yang kemana-mana bareng temen, makan ditemenin, jalan ditemenin, sampe ke wc juga ditemenin, saat saya disini.. NO more.
Di Indonesia, yang pulang kerumah baju tinggal pake, makan tinggal makan, atau tidur yah tinggal tidur, saat saya disini.. You'll get the consequence.
Di Indonesia, yang orang tua tinggal kasih uang jajan bulanan, orang tua yang ngajak makan bareng, orang tua yang ngomel kita telat tidur or etc, saat saya disini.. Missing as hell!

Teman saya dikala sepi melanda tiba-tiba, psstt... dipelihara secara diam-diam.

Saya  tinggal di dormitory khusus mahasiswa internasional, tiap kamar diisi dengan 2 kasur alias 2 orang. Kedengeran asik kan? Nyatanya, saya sering dapet clash dan misunderstanding dari temen sekamar yang engga senegara ini.

Temen-temen di Indonesia yang sering liat-liat instagram saya kadang bilang "ah iri!" or "jalan-jalan terus, have fun yaa" whatever they call it, nyatanya instagram atau media sosial hanya tembok yang dilukis sebagai penebar pride.

Terlepas dari semua itu, I never regret my choice to be here. Dan you know.. I'm totally happy with this choice.


Mei 12, 2017

Hari-Hari Sebagai Mahasiswa Asing di Tiongkok




C.H.I.N.A
The most populated country.
The most polluted country.
Thus, the most interesting place in the world!
(with VPN, Oily Food, Toilet, and so on :p)


Last September were my departure time to China, as a student aswell.
Haven't realised before my journey could begin in one of the most most most country.
Kita sebut, Tiongkok dalam Bahasa Indonesia. China in English. Dan, 中国 (zhongguo) dalam bahasa mandarin.
Setelah hampir 8 bulan melewati cobaan disini (halah) dengan hidup berbekal bahasa Inggris paspasan (karena disini bahasa Inggris banyak ga kepake).

Memutuskan buat kuliah di Tiongkok karena dapet beasiswa itu sesuatu sekali, banyak banget orang nanyain alasan kenapa memilih kuliah di Tiongkok. Sebagai seorang anak yang berbakti pada orang tua (caile) dan ingin kuliah dengan jurusan yang diminati, selama 5 bulan sebelum keberangkatan saya hidup sebagai mahasiswa yang berselingkuh. Mau gimanapun, hukum isn't my passion neither my choice.
Terlepas dari semua itu, I'm going to be honest.. Kuliah di Tiongkok adalah pengalaman yang sangat sangat sangat berkesan (walau saya masih punya waktu 4 taun lagi disini untuk bercerita, haha)

1. The Inaccessible of Internet Connection 

 Sang penyelamat. 


Tiongkok dikenal dengan negara berideologi komunis, sehingga banyak hal-hal yang bersifat umum atau sosial di blokir atau ditutup aksesnya oleh pemerintah. Salah satunya: Internet!
Sejak tahun 2008, Tiongkok menutup akses internet ke (yang menurut saya banyak banget) Google (Gmail, Translator, Blogger, etc), Facebook, Twitter, Instagram, etc dan baru baru ini di bulan April; Pinterest! My favorite web :(

Alasan mereka menutup akses internet disini karena ditakutkan warganya bisa ketuleran sama hal-hal berbau barat atau terlalu sociable.
Tapi, demi memberikan mutu pelayanan terbaik buat bersosial media untuk warganya, pemerintah Tiongkok mem-provide situs situs lokal yang diberdayakan, kaya Wechat, Weibo, QQ, etc yang digunakan luas banget disini.

And..
Gimana saya sebagai seorang pendatang yang terbiasa hidup bersosial, mengenal dunia yang katanya bulet *eh, tanpa firewall dan proxy untuk mengakses sosial media begituan? The answer is VPN.
Bagi orang yang udah kebiasa ke Tiongkok untuk travelling, urusan bisnis atau apalah itu sebutannya, VPN jadi hal yang wajib di download di setiap devices mereka kalo mau kesini.
VPN itu apasih? VPN itu sebutan untuk Virtual Private Network, dimana kita bisa mengakses situs situs yang di blokir dengan bantuan IP address yang berbeda.

Trus cara kerja VPN emang gimana? Awalnya saya disini, saya cuma download VPN Free yang bisa di download di setiap appstore device kita. Tinggal klik dan klik VPN-nya udah hidup dan kita bisa akses situs yang di blokir.

Masalahnya, makin hari disini akses VPN yang gratissan itu makin nyebelin. Contohnya betternet yang dipake di hape yang kadang kadang error dan koneksinya lambat. Atau psiphon di PC yang kadang juga perlu di setel ulang.
Jadi, biar koneksinya lancar biasanya temen-temen disini menggunakan VPN berbayar yang bisa dipake 1-10 orang. Lebih affordable sih, cuma ntar dulu ah.

2. Oily and Greasy Food

Makanan Tiongkok pada saat Imlek atau festival-festival gede biasanya banyak kaya gini.


NO WONDER FOR THIS!!!
Big alert untuk para yang bukan pecinta makanan berminyak.
Di Tiongkok, setiap provinsi dan daerahnnya punya jenis makanan dan rasa yang berbeda beda.
Di provinsi yang saya tempatin; Jiangsu dikenal sama makanannya yang ga pedas dan berbahan dasar daging-dagingan (babi, sapi, ayam), dan yang pasti...BERMINYAK!

Berminyak disini bukan berarti makannya kebanyakan digoreng, tapi memang makanannya disajikan berminyak, mau itu kuah, goreng, tumis, panggang, atau apapun jenisnya.
Masalahnya, hidup dalam kultur Jawa-Sumatera di Indonesia yang konsumsi minyaknya ga banyak-banyak amat (si-emak biasa abis 2 liter minyak buat 3 mingguan), sama belum terbiasa untuk makan makan disini. Pada awal hidup disini, saya panas dalem sampe jerawatan (halah emang jerawatan dari dulu!). Dan yang pasti gak sehat banget.
 Masalahnya, yang dibingungin disini adalah penduduk Tiongkok apalagi cewe cewenya pada kurus dan kecil kecil (dibanding saya)! Kok bisa mereka makan minyak tapi tetep kurus sih?

 These foods are worth with 100 Yuan++ (Ps. We also order 2 portions of Kue Ketan dan Serabi Isi, dan 3 porsi nasi putih)


Untuk makanan sendiri, beberapa makanan Tiongkok emang enak-enak kaya dimsum atau mie-mienya (eh di Indo banyak ya haha)  tapi.. favorit saya dari 6 bulan yang lalu tetep kue-kue tradisionalnya. Di kantin-kantin kampus yang juga jual banyak jenis makanan manis, dan saya paling suka onde-onde atau disini disebut 麻团 ;ma tuan. Trus kalo jalan-jalan ke taman, banyak pedagang-pedangan kaki lima yang jualan makanan manis. Untuk bahan bakunya, kebanyakan kue-kue disini menggunakan tepung ketan dan beras, kacang hijau, merah, item atau bahan-bahan alami yang free gluten. That's why I'm into it a lot! Untuk harganya pun, saya biasa beli Nuomigao atau kue beras ketan untuk 4 bijinya 10RMB atau 20 ribuan, kalo di kantin sekolah harganya bahkan cuma 1-2 RMB perbiji.

Si Ayi yang jualan jagung rebus dan kue Nuomigao.

Untuk para student disini, mereka yang di asrama engga disediakan dapur biasanya beli delivery atau di kantin terdekat yang harganya emang murcek murcek (baca; murah). Sistem pembayarannya pun unik untuk di kantin sekolah, mereka nerapin sistem kartu makan yang bisa di scan otomatis. Jadi kaya kartu pelajar yang ada chipnya, kartu makan ini juga fungsinya kaya kartu pelajar hehe.
Kantinnya sejenis self service yang milih sendiri, bayar sendiri, ehh tapi ga masak sendiri :p.

 Ayi kantin yang lagi jualan Roti isi yang isinya bisa milih sendiri, harga? yah 4.5 RMB untuk yang isi telur.


3. Hot Water Machine, Anywhere (FREE WATER!)


 Hot Water Machine yang tiap lantai di kampus ada!


Salah satu kebiasaan orang-orang Tiongkok disini adalah minum air anget!
Sebenernya bukan aer doang sih, mereka biasa minum sesuatu yang anget-anget, kaya teh, sup, atau cuma sekadar air putih. 
Kebanyakan orang-orang disini adalah, mereka biasa bawa botol minum sendiri :)) mau itu ke kampus, sekolah, atau keluar jalan-jalan karena pada tempat-tempat umum atau sekolah memang disediakan Free Hot Water Machine.

Kaya contohnya di kampus saya yang disetiap lantai bangunan gedungnya disediakan Hot Water Machine, atau pada bandara dan stasiun kereta yang gampang dijumpai mesin mesin kaya gini. Thus, menurut saya Hot Water Machine ini juga bukan cuma sekadar buat minum, kadang kalo laper dan males masak, saya bisa beli mie cup instan yang bisa diseduh di stasiun kereta. What A Life!

4. Alipay, Taobao, Wechat Pay, Meituan Waimai, Hongpao and All About Money

Sebagai seorang student yang perbulan dibiayai kaya bukan student, saya ngerasa hidup begitu tentram dan damai secara financial (kenyataannya padahal ngemis duit tiap bulan, gegara belum bisa ngatur duit).
No more for emak yang perlu mikir biaya saya untuk makan, idup, buku, mek-up dan embel-embel hamster (eh saya punya satu disini!) yang harus di cover up tiap bulan.

Di Tiongkok, dikenal namanya Alipay atau salah satu jenis mobile banking yang penggunanya tinggal bayar via handphone dengan QR Code, di Indonesia hal ini pun masih minim banget buat ditemuin, tapi disini, you even could pay a market seller 2 yuan with Alipay! cuma modal smartphone, rekening bank, dan power bank (buat saya yang batrenya bocor).

Selain Alipay, disini juga ada Wechat Pay. Fungsinya sama sih, cuma akun yang digunakan adalah akun Wechat, dan pembayarannya juga via Wechat Wallet yang langsung di link lewat aku bank kalian. Karena penggunaan Wechat disini bukan cuma sebagai sosial media, tapi juga alat bayar, beli tiket transportasi, sewa sepeda, dan bahkan delivery makanan!
Hal yang paling saya suka dari wechat adalah fitur hongpao (angpao) dimana kita bisa kirim atau nerima duit via wechat. Ceritanya sama kaya transfer via mobile banking, tapi asyiknya (khususnya pada saat Spring Festival atau Imlek) kalo di grup chat, para tetuah biasanya suka ngirimin hongpao random yang jumlahnya juga random buat tiap anggota grup, itung itung kayak lucky-lucky an gitu.

One more fasilitas online yang buat saya nyaman disini adalah delivery makanan. Di Indonesia, kita bisa pake gojek atau uber untuk ngirim makanan atau barang paketan, disini..? Meituan!
Meituan juga bisa dipake buat booking hotel, beli tiket bus dan banyaaak banget.
Kalian tinggal link bank account dan akun di aplikasi Meituan, trus bayar semuanya tinggal pencet sana sini, untuk delivery makanan tunggu sekitar 30-60 menit, si abang pengantar makanan bakal langsung nelpon (jangan baper plis) dan nunggu di lobby bawah asrama. Uniknya, di fitur Waimai atau delivery ini, kita suka dapet potongan alias diskon!

Makanan yang saya beli delivery dengan Meituan, harusnya 30 RMB tapi didiskon sampe  cuma bayar 10 RMB aja.


Duit ada buat dipake, Alipay, Meituan, Wechat dan sebagainya dipake untuk memudahkan orang-orang disini berbelanja, daaaannn... you know one of the biggest e-commerce in China was one of my favorite website!
We called it Taobao, dimana semua barang ada. Jangan tanya, ngeprint skripsi, nyari bumbu pecel, sampe nyewa cowok (kabarnya) ADA disini!
Barang yang ada di Taobao pun beragam, dari yang paling murah sampe mahal, dari yang original sampe KW3, ataupun dari yang idup sampe benda mati pun ada disini.

Kenapa saya sampe jatuh cinta sama Taobao? Honestly, I learn a lot of Chinese words from here, bahasa kerennya belajar bahasa mandarin e-commerce di Taobao. Selain itu, di Taobao sendiri kita tinggal link akun bank kita sama akun yang ada di smartphone, gimana ga hidup tentram disini tinggal klik-klik-klik sana sini trus barang udah nyampe? Untuk ongkos kirim, rata-rata barang disini juga ga ada ongkirnya khususnya barang yang ga perlu perhatian khusus (kaya saya ye?). Dan yang paling penting, semua ada! Bahkan barangnya bisa di cari via foto, kalo kalo situ nyari baju keluaran terbaru yang di pake Ema-Wetsen versi kawenya.
 

5. TOILET. TOILET. TELOLET. (skip this part if you are eating while read this)

Please, jadilah pembaca yang bijak.
Engga semua negara punya yang bagus-bagusnya atau jelek-jeleknya. Tapi bagi saya ini jeleknya Tiongkok.
Hal yang paling ditakutin saat memijakkan kaki keluar kampus adalah: Saat kebelet pipis.
Dan, saat-saat kritis ini mau ga mau harus nyari toilet umum yang ada disekitaran saya.
Toilet-toilet di Tiongkok apalagi yang umum alias dipake sama-sama, kebanyakan dilengkapi tanpa tisu, jadi kita harus siap tisu sendiri dan (opsional) mungkin kalian butuh masker.

Saya ga tau kenapa dan apa yang membuat toilet di Tiongkok sebegitu menariknya, pada saat saya memijakan kaki pertama kali lewat bandara di Changzhou (kota saya tinggal) dan kebelet pipis, hal pertama yang saya salut adalah bau toilet-nya yang semriwing dari ujung pintu toilet, dan pemandangan yang ga biasa adalah pintu toilet yang ga ditutup. Yah saya tau sih, kita berjenis kelamin sama, sama-sama "punya", dan ketemuan di waktu yang sama di tempat yang sama, tapi kenapa... PINTUNYA ga ditutup! dan parahnya, toiletnya pun engga di flush sama sekali, iya di FLUSH, enggak di F.L.U.S.H. You know what I mean lah. Walau memang tiap toilet umum udah dilengkapin sama janitor atau pegawai bersih-bersih, saya rasa fungsi mereka buat menjaga kebersihan toilet, bukan bersihin jejak manusia yang sama sekali not their business. Thus, who knows?

So, sometimes saya nemuin kadang dari sekian banyak pintu toilet yang kebuka, kenapa masih banyak yang ga suka nge flush toilet bekas pake mereka sendiri, meninggalkan jejak jejak hidup mereka pada sebilah bilik toilet umum. Walau toilet umum itu sendiri ibarat habis manis sepah dibuang, cuma butuh pas kritis doang dan abis itu di cuekin, cuma prinsip kaya gini bener-bener bikin saya kesel buat jalan ke public area.

TAPI..
Hal ini engga berlaku untuk tempat tempat VVIP (HAHAHAHA) kaya Mall yang dalemnya banyak barang branded, dengan pengunjung kantong gede, apalah daya student seperti sayadisini.
Akhir-akhir ini pemerintahnya juga kayanya tau kalo public toilet di Tiongkok perlu dibenahi, so saya rasa juga mereka punya perhatian khusus buat pengembangan warganya, buktinya sekarang udah banyak anak-anak muda yang mulai "sadar" diri kalo pipis atau ee' itu harus disiram, at least pintunya ditutup.

Salah satu toilet umum favorit di Mall gede Changzhou, Jiangnan Global Harbor

Karena emang nyaman dan wangi, sampe kadang ada beberapa cewe ngasal yang suka numpang ngerokok dari dalem bilik toilet.


6. Green Parks, Lovely Free Weekend

 Blooming Tulip di Shanghai National Museum.

Despite of being the most populated and air polluted country, saya jatuh hati sama taman-taman disini.
Saat orang-orang membicarakan Tiongkok dengan masalah polusinya, sebenernya banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah sini untuk menanggulangi masalah polusi, penggunaan motor berbahan bakar bensin yang sudah illegal dan diganti motor listrik, penyewaaan sepeda di ruang-ruang publik yang affordable dan juga taman-taman terbuka hijau yang bener-bener bikin refreshing.

Di Changzhou sendiri yang menurut saya bukan termasuk kota industri sehingga udaranya masih dalam ambang batas aman, dan banyak banget taman-taman dari yang kecil sampe gede yang gampang ditemuin pada setiap district.
Buat student seperti saya yang suka gabut nungguin duit bulanan, kadang cuma modal kartu transportasi dan buku udah bisa jalan keliling menghabiskan weekend keluar. Hangout ga perlu duit banyak kan?

Uniknya, taman-taman disini emang di tata sebagai ruang publik dimana warga sekitar ga cuma bisa refreshing tapi juga menghabiskan waktu bareng, olahraga atau menghibur diri dengan nyanyi dan nari bareng sekaligus bersosialisasi, bahkan di Shanghai disediakan taman buat para ortu nyariin anak mereka mantu. Typically Asian Thing, right? Dan ini hidup banget.

Cuci mata gratisan.

As always, atraksi bunga mekar memang jadi daya tarik tiap taman.

Salah satu fasilitas publik yang disediakan di taman; perahu!

 Taman yang makin nyaman dengan alunan nyanyian dari warga sekitar.


7. Language is All About Speak

Sebagai negara dengan penutur bahasa Inggris terminim di dunia (MINIM ya MINIM), mau ga mau skill berbahasa mandarin saya diuji setiap harinya. Bukan cuma belajar di kelas, beli makanan, bus, belanja, atau bahkan nyari toilet (eh disinggung lagi) kita memang ngebutuhin skill bahasa mandarin. Dimana kata orang belajar bahasa lebih cepet saat kita hidup dan be like a local-nya mereka, you were truly forced to talk!

Saat saya yang vegetarian harus nanya ke pelayannya makanan yang ga mengandung daging-dagingan atau bakal mati kelaperan sampe pulang ke dormitory, saat saya yang kebelet pipis harus nyari papan tanda toilet atau nanya ke warga sekitar mau ga mau, atau saat saya nyasar dan ga tau bis pulang, oh no more, bahasa Inggris? Talk in Chinese then they will respect you totally.
Menurut saya, proses belajar yang dipaksa-terpaksa-terbiasa ini bener bener bisa diterapin untuk bahasa, dalam waktu 6 bulan disini, saya udah lulus HSK 3 dan menguasai percakapan bahasa mandarin sehari hari (berkat bantuan nge-taobao juga sih).

Selain bahasa mandarin, temen-temen se-mahasiswa asing disini juga kebanyakan berasal dari negara-negara USSR, dengan ujung -stan -stan gitu. Kebanyakan mereka ga bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan lagi.. saya dipaksa gunain skill bahasa Rusia saya yang bener-bener paspasan dan cuma bisa ngomong doang haha. Akhirnya, saya merasa bahasa bukan cuma tentang aku-kamu saling mengerti secara verbal tapi juga saling memahami budaya dan keinginan masing-masing individu, lhaa.. kita yang satu bahasa aja kadang engga bisa disatuin, gimana saya yang pernah berantem sama (mantan) room-mate yang ga bisa bahasa Inggris dan Mandarin sama sekali? Well, ini kasusnya beda, stopp..

8. The Development of Public Transport

Pembangunan transportasi publik dan fasilitas umum yang di upgrade di Changzhou membuat stereotipe baru saya tentang Tiongkok, "ini baru Changzhou lho, gimana Shanghai, Beijing, Shenzhen?" hal yang langsung buat saya mikir keras.
Di Changzhou yang menurut saya adalah salah satu kota kecil dengan penduduk lebih dari 50 ribu ini saya dibuat terkejut sama pembangunan MRT-nya yang ditargetkan selesai taun depan, adanya bus-bus publik yang dibuat praktis dan cukup memadai, BRT yang tepat waktu, dan yang pastinya sepeda sewaan!
Saya dibuat iri dimana luas Changzhou yang ga lebih gede dari kampung halaman sendiri di Palembang, kok bisa se-nyaman ini sama fasilitas disini sih!
Setelah puas ngeliat versi kecil-nya Tiongkok dari Changzhou, saya jalan-jalan kilat ke Shanghai, Nanjing, Suzhou dan Wuxi.

Di Shanghai, dimana ini salah satu kota favorit saya, saya menemukan fasilitas publik yang super cool! FYI, CRH Shanghai atau salah satu jenis kereta cepat di Tiongkok merupakan kereta tercepat kedua di dunia, dengan kecepatan mencapai 300km/h. Dan tiap saya mau jalan, kereta ini selalu jadi favorit buat saving time. Gimana ga suka, dari Changzhou ke Shanghai yang jaraknya sekitar 160 kilo bisa ditempuh sama kereta ini kurang dari satu jam! DAN.. Did you know kereta tercepat didunia juga ada di Shanghai, namanya Shanghai Maglev. Salah satu jenis kereta levitasi yang ada di Shanghai. Jarak biasa subway tempuh selama 45 menit, jadi bisa cuma 7 menit pake Maglev. Rasanya? anbelivebel! Harga tiketnya? 100 RMB per sekali jalan. Trust me, untuk naik kereta tercepat di dunia? its really worth!

 Kereta tercepat kedua didunia, CRH Shanghai!

Selain itu, buat transportasi dalam kota, selain dilengkapi sama bus-bus umum, MRT dan taksi (ahay) para warga khususnya di kota gede udah disedian sepeda sewa yang bisa disewa seharga 2RMB/Jam (harganya beda-beda per kota besar) atau sekitar 4 ribu rupiah.

Yokk... Yokk.. Dipilih dipilih.


Sepeda-sepeda yang bebas di taruh dimana aja, dan kita pun bebas milih.


Ini jenis sepeda yang disewain, bener-bener layak buat dipake jalan sore.
CR-Code yang digunakan buat sewa sepeda.


Awalnya, saya ga tau gimana cara pake sepeda-sepeda gaul ginian, dan ternyata.. cuma modal hape dan lagi-lagi rekening bank yang di-link ke aplikasi penyewaan sepeda (Wechat, Didi, dsb).
Untuk penyewaan sepeda kaya gini, kita cuma cukup buat akun di aplikasi tersebut, lalu deposito sebesar 299RMB, dimana duit ini dipake sebagai jaminan kalo-kalo kita ga ngembaliin sepedanya alias maling, lalu meng-link akun bank dengan akun kita di aplikasi tersebut, voila! cuma dalem itungan menit akun tersebut udah bisa dipake. Dan cara pake sepedanya, cukup scan CR-Code yang ada di sepeda yang mau kita pake, dimana secara otomatis kita udah berhasil nyewa. Tinggal dipake, trus kalo udah selesai cukup taruh diluar atau dimana aja kita mau dan meng-stop billing sewaan.

(PS. Masih akan terus diupdate :p)